Milenialbersuara.com – Pada bulan September 2025, pihak kepolisian Polda Metro Jaya secara resmi menetapkan Fransiska Dwi Melani- Direktur PT Melani Citra Permata (alias Mecimapro) — sebagai tersangka dalam dugaan kasus penggelapan dana yang dilaporkan oleh PT Media Inspirasi Bangsa (MIB).
Kasus ini bermula dari kerjasama untuk sebuah konser K-Pop yang digelar di Jakarta pada 23 Desember 2023, melibatkan grup populer TWICE. Kuasa hukum MIB, Aldi Rizki, menjelaskan bahwa pihak pelapor “memberikan dana” kepada Mecimapro dalam rangka pembiayaan konser tersebut — namun kemudian terjadi indikasi penipuan dan penggelapan.
Menurut Aldi, “kami mengapresiasi langkah cepat dan responsif dari penyidik dalam menangani perkara ini.” Kuasa hukum MIB menyebut bahwa setelah terjadi kegagalan komunikasi, pihak pelapor telah melakukan upaya musyawarah dan kekeluargaan, tapi tak pernah mendapat respons positif dari terlapor. Selanjutnya, mereka mengirim surat somasi agar dana dikembalikan dan perjanjian pembiayaan dibatalkan — namun juga tak direspons dengan baik oleh pihak Mecimapro.
Akibat semua itu, MIB menyatakan dirinya mengalami kerugian finansial puluhan miliar rupiah. Setelah upaya informal tak berhasil, akhirnya pada 10 Januari 2025 MIB melaporkan peristiwa ini secara resmi ke Polda Metro Jaya melalui Laporan Polisi Nomor LP/B/187/I/2025/SPKT/Polda Metro Jaya. Dalam laporan disebut bahwa Fransiska diduga kuat melakukan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dan/atau penggelapan (Pasal 372 KUHP).
Proses penyelidikan pun berjalan, dan akhirnya pihak berwenang menetapkan Fransiska sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kasus tersebut tak sekadar laporan biasa, tapi telah berada pada tahap penegakan hukum yang serius.
Kuasa hukum MIB berharap agar proses hukum berjalan “sesuai dengan koridor hukum yang berlaku secara profesional dan transparan, demi menegakkan keadilan dan memberikan kepastian hukum bagi MIB sebagai pihak yang dirugikan.” Aldi juga mengimbau semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan “tidak menyebarkan opini yang menyesatkan di ruang publik.” Dalam kata lain: pihak pelapor akan terus mengawal kasus ini secara aktif dan bersinergi dengan pihak kepolisian untuk memastikan hak‐hak MIB tetap terlindungi.
Bagi pembaca usia 20-35 tahun yang mengikuti perkembangan industri hiburan maupun K-Pop di Indonesia, kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik gemerlap konser internasional bisa terjadi konflik keuangan yang serius — apalagi melibatkan dana besar dan perusahaan event lokal. Tidak hanya soal artis atau panggung, tapi juga soal kepercayaan, transparansi, dan akuntabilitas dalam kerjasama bisnis hiburan.
Ke depannya, publik akan melihat bagaimana proses hukum berjalan: apakah tersangka akan dijatuhi sanksi pidana, bagaimana pemulihan kerugian bagi pihak MIB, serta bagaimana industri event di Indonesia mengatur standar kerjasama agar kasus serupa tak terulang. Untuk sekarang, yang jelas: penetapan tersangka oleh Polda Metro Jaya menandakan kasus ini masuk jalur serius — dan bagi dunia konser K-Pop di Indonesia, ini sebuah sinyal penting bahwa aspek finansial dan hukum tak bisa diabaikan.






















